Demam Tifoid

IKLAN1
Demam Tifoid

Pendahuluan


Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh kuman batang gram negatif Salmonella typhi maupun Salmonella paratyphi A,B,C. Penyakit ini ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman tersebut, dikenal sebagai penularan tinja-mulut (Fecaloral). Oleh karena itu penting kebiasaan untuk cara hidup bersih. Kuman masuk ke saluran cerna, usus dan kelenjar limfe usus, selanjutnya melalui aliran darah masuk ke hati dan limpa. Di Indonesia, demam tifoid masih merupakan penyakit endemis utama. Bila timbul penyulit maka penyakit ini dapat menimbulkan kematian. Diagnosis awal amat penting untuk dapat ditegakkan agar penyakit dapat diterapi dengan adekuat untuk mencegah timbulnya penyulit yang mungkin terjadi. Selain itu diperkirakan ada 3% orang yang terinfeksi yang akan menjadi pembawa (carrier) sehingga dapat menularkan penyakit kepada orang lain dan lingkungannya. Pada tulisan ini akan dibahas secara singkat gejala klinis dan diagnosis laboratorium Demam tifoid.



Gejala Klinik


Umumnya gejala klinis timbul 8-14 hari setelah infeksi yang ditandai dengan demam yang tidak turun selama lebih dari 1 minggu terutama sore hari, pola demam yang khas adalah kenaikan tidak turun selama lebih dari 1 minggu terutama sore hari, pola demam yang khas adalah kenaikan tidak langsung tinggi tetapi bertahap seperti anak tangga (stepladder), sakit kepala hebat, nyeri otot, kehilangan selera makan (anoreksia), mual, muntah, sering sukar buang air besar (konstipasi) dan sebaliknya dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, debar jantung relative lambat (bradikardi), lidah kotor, pembesaran hati dan limpa (hepatomegali dan splenomegali), kembung (meteorismus), radang paru (pneumomia) dan kadang-kadang dapat timbul gangguan jiwa. Penyulit lain yang dapat terjadi adalah pendarahan usus, dinding usus bocor (perforasi), radang selaput perut (peritonitis) serta gagal ginjal.



Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik, imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.


1. Hematologi




  • Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi.

  • Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.

  • Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif.

  • LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat

  • Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).


2. Urinalis




  • Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)

  • Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.


3. Kimia Klinik


Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis Akut.


4. Imunorologi




  • WidalPemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin.

    Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.


    Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontrak sebelumnya.



  • Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgMPemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/ bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/ jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.


5. Mikrobiologi




  • Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)


Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negati, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.


Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja.


6. Biologi molekular.




  • PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.



Ringkasan:


Telah dibahas gejala klinis dan diagnosis laboratorium penyakit demam tifoid yang disebabkan oleh infeksi Salmonella typhoid dan Salmonella paratyphoid. Penyakit ini endemis di Indonesia dan potensial berbahaya dengan penyulit yang dapat menyebabkan kematian. Kemampuan para tenaga medis untuk dapat mendiagnosis dini penting untuk penyembuhan dan pencegahan timbulnya penyulit. Diagnosis laboratorium meliputi pemeriksaan dari hematologi, urinalisis, kimia klinis, imunoserologis, mikrobiologi biakan sampai PCR. Penting untuk mengetahui kelebihan dan disesuaikan dengan waktu (sudah berapa hari sakit saat akan diperiksa) dan jenis bahan spesimen serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.







PEMERIKSAAN PCR WAKTU NYATA OTOMATIS (AUTOMATED REAL TIME PCR ASSAY)Untuk pengobatan infeksi virus hepatitis C (HCV) dan virus HIV diperlukan data muatan virus (viraL Load) pada waktu akan memulai terapi dan dilanjutkan dengan pemantauan selama terapi. Pada bulan Juli 2005 yang lalu oleh komisi Europa telah disetujui pemeriksaan PCR otomatis ( Automated Real Time PCR Assay) untuk analisis kuantitatif muatan virus HCV (HCV - RNA).


Alat tersebut dibuat oleh Abbott dan Celera Diagnostics, suatu joint venture antara the Applied Biosystems dan Celera Genomics Groups, untuk digunakan dengan sistem M2000 Abbott. Menurut pembuatnya hasilnya lebih cepat (real-time, jadi sewaktu analisis berlangsung) dan lebih tepat serta teliti (accurate dan precise) dibandingkan dengan cara lama dimana hasilnya didapat pada akhir analisis. Kemampuan deteksi mempunyai rentang dari 12 sampai 100 juta IU molekul RNA per mL, sehingga dengan demikian tidak memerlukan pengenceran dan pemeriksaan tambahan.


Sebelumnya pada bulan Juni 2005, Komisi Europa juga telah menyetujui alat serupa untuk virus HIV-1 (RealTime HIV-1). Terdapat kecenderungan untuk mengembangkan dan menggunakan teknik RealTime PCR ASSAY untuk virus dan bakteri lain. Walaupun demikian alat-alat tersebut belum disetujui oleh Food and Drug Administration di Amerika Serikat.

IKLAN3